Palangka Raya (ANTARA) - Gerakan Dayak Anti Narkoba (GDAN) menyatakan dukungan penuh terhadap langkah hukum yang dilakukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah dalam menangani perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan terdakwa Muhammad Salihin alias Saleh, yang saat ini menjalani proses persidangan di Pengadilan Negeri Palangka Raya.
Dukungan tersebut disampaikan secara langsung oleh pengurus GDAN dalam bentuk deklarasi dan surat resmi kepada pihak Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah, Kamis.
Dalam deklarasi itu, masyarakat Dayak mendesak agar JPU menjatuhkan tuntutan maksimal sesuai ketentuan hukum terhadap terdakwa Saleh.
Ketua Umum GDAN, Sadagori Henoch Binti atau yang akrab disapa Ririen Binti, mengatakan pihaknya menilai langkah tegas dari penegak hukum penting untuk memutus mata rantai peredaran narkoba di wilayah Kalimantan Tengah.
“Kami dari GDAN mendukung sepenuhnya langkah hukum JPU dalam menangani kasus dugaan TPPU ini, dan mendorong agar tuntutan dijatuhkan secara maksimal sesuai peraturan yang berlaku,” tegas Ririen Binti di Palangka Raya.
Ririen menambahkan, peredaran narkoba di Bumi Tambun Bungai telah merusak tatanan budaya, adat istiadat, dan keimanan masyarakat Dayak. Oleh karena itu, pihaknya berkomitmen untuk terus menggerakkan masyarakat agar bersama-sama melawan penyalahgunaan dan peredaran narkoba.
“Tidak ada pilihan lain selain melawan peredaran narkoba. Para pelaku harus diberi sanksi seberat-beratnya agar menjadi efek jera,” ujarnya.
Senada dengan itu, Dandan Ardi, tokoh adat sekaligus salah satu inisiator berdirinya GDAN, menegaskan bahwa pihaknya bersama para pemangku adat Dayak akan membuat aturan internal untuk menolak keberadaan pelaku narkoba di wilayah adat.
“GDAN bersama tokoh adat akan membuat regulasi agar siapa pun yang terlibat dalam jaringan narkoba berskala besar diusir dari Bumi Tambun Bungai,” kata Dandan.
Sementara itu, Ingkit Djaper, Ketua Biro Pertahanan dan Keamanan Adat Dewan Adat Dayak (DAD) Provinsi Kalimantan Tengah, menyebut bahwa masyarakat sudah lama mengenal Saleh sebagai dalang utama peredaran narkoba di kawasan Puntun, Palangka Raya.
“Karena perannya sudah sangat jelas, kami berharap JPU tidak ragu untuk menuntut yang bersangkutan dengan hukuman maksimal sesuai undang-undang TPPU,” tegas Ingkit.
Menanggapi dukungan tersebut, JPU Dwinanto Agung Wibowo, menyambut positif langkah GDAN dan masyarakat adat Dayak. Ia memastikan bahwa penegakan hukum terhadap terdakwa Saleh akan dilakukan secara maksimal, termasuk penyitaan aset yang diduga berasal dari hasil kejahatan narkotika.
“JPU akan menuntut hukuman penjara maksimal sesuai undang-undang TPPU, dan seluruh aset terdakwa yang diperoleh melalui kejahatan akan disita untuk negara,” ujar Dwinanto.
Berdasarkan informasi dari Humas BNN (11 September 2024), Saleh disebut sebagai bandar besar jaringan narkoba di kawasan Kampung Puntun, Palangka Raya. Ia sebelumnya telah divonis 7 tahun penjara oleh Mahkamah Agung pada 25 Oktober 2022 dalam kasus peredaran sabu seberat 202,8 gram, namun sempat melarikan diri sebelum dieksekusi.
Pada 2 September 2024, tim BNN kembali memburunya dan berhasil menangkapnya di kawasan Jalan Rindang Banua, Palangka Raya. Dalam operasi tersebut, petugas juga menyita uang tunai senilai Rp902,5 juta yang diduga hasil penjualan narkotika.
Kasus TPPU yang kini menjerat Saleh menjadi perhatian luas masyarakat Kalimantan Tengah, khususnya komunitas Dayak, yang menyerukan penegakan hukum tegas terhadap jaringan narkotika yang merusak generasi muda dan nilai-nilai adat di daerah tersebut.
