Akademisi: Komersialisasi Sumber Air Ubah Kultur Masyarakat

id Syaiful Bakhri

Palangka Raya (Antara Kalteng) - Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta, Dr Syaiful Bakhri, SH. MH. mengatakan komersialiasi terhadap sumber air akan mengubah kultur budaya yang sekaligus menjadi salah satu bentuk pembodohan terhadap masyarakat.

"Komersialisasi sumber air itu sangat berbahaya dan dapat mempengaruhi kultur masyarakat. Setelah air dikuasai suatu golongan tidak lagi bisa menikmati air dengan bebas. Masyarakat dibodohi dengan dipaksa meminum air kemasan," kata Syaiful saat memberi kuliah umum di Universitas Muhammadiyah Palangka Raya, Kamis.

Ia mengatakan, komersialiasi sumber air tidak boleh lagi dilakukan lagi oleh pemerintah karena jika itu dilakukan masyarakat lah yang akan menerima imbas secara langsung.

"Dulu di masyarakat Madura itu bebas menggunakan air laut untuk dijadikan sebagai bahan baku garam, sekarang karena harus berijin masyarakat Madura banyak yang berpindah profesi akibatnya sekarang kita melakukan impor garam dari negara lain. Itu hanya salah satu akibat komersialisasi air," katanya.

Ia mengatakan di wilayah lain seperti di Jawa terdapat beberapa sumber air yang dulunya digunakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya seperti untuk konsumsi, peternakan ikan dan irigasi pertanian.

"Setelah sumber air dikuasai perusahaan air minum kemasan, beberapa masyarakat yang dulu mengandalkan sumber air itu menjadi kekurangan pasokan air sehingga untuk irigasi pertanian pun kekurangan air. Bahkan sekarang masyarakat berebut untuk mendapatkan sisa-sisa sumber air yang ada," katanya.

Hal itu dikatakannya dalam seminar nasional yang digelar Program Pascasarjana UM Palangka Raya dengan tema `Masihkah Air Sebagai Barang Mahal Pasca Pembatalan UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Komersialisasi Air`.

Ia mengatakan, saat ini kebutuhan masyarakat terhadap air semakin meningkat mendorong lebih menguatnya nilai ekonomi air dibanding nilai dan fungsi sosialnya. kondisi tersebut berpotensi menimbulkan konflik kepentingan antar sektor, antar wilayah dan berbagai pihak yang terkait dengan sumber daya air.

Di sisi lain, lanjutnya, pengelolaan sumber daya air yang lebih berstandar pada nilai ekonomi cenderung memihak kepada pemilik modal serta dapat mengabaikan fungsi sosial sumber daya air.

"Berdasarkan hal itu, seharusnya UU SDA ke depannya lebih memberikan perlindungan terhadap kepentingan kelompok masyarakat ekonomi lemah dengan prinsip pengelolaan sumberdaya air yang mampu menyelaraskan sosial, pelestarian lingkungan hidup, dan ekonomi karena saat ini harga air lebih mahal dari pada harga bahan bakar bensin," katanya.


(T.KR-RNA/B/S019/S019)