Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menetapkan Nota Garung Pantan sebagai salah satu warisan budaya tak benda asal Provinsi Kalimantan Tengah.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kalteng Adiah Chandra Sari di Palangka Raya, Senin, mengatakan Nota Garung Pantan merupakan prosesi penyambutan tamu menurut adat Dayak Tomun di Kabupaten Lamandau.
"Setelah melalui berbagai proses, pada 29 September 2022, Nota Garung Pantan ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda Indonesia," katanya.
Nota Garung Pantan, sekilas mirip dengan proses potong pantan dalam masyarakat Ngaju, namun dilaksanakan dengan tata cara masyarakat Tomun.
Nota Garung Pantan ditetapkan sebagai salah satu warisan budaya tak benda bersamaan dengan Bobukukng. Bobukukng merupakan bagian dari prosesi ritual kematian pada masyarakat Dayak Tomun sekaligus sebagai bentuk karya seni dalam bentuk topeng khas yang digunakan pada saat ritual kematian yang disebut luha (bahasa Delang). Bobukukng juga sering disebut dengan Babukung.
"Jadi, Bobukukng berarti orang yang memakai luha dan menari pada saat ritual kematian. Dalam rangka pelestarian karya budaya ini, Pemerintah Kabupaten Lamandau melaksanakan Festival Bobukukng yang oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif masuk dalam daftar KEN (Kharisma Even Nusantara)," terangnya.
Lebih lanjut, Adiah menjelaskan, sebenarnya pada 2022, Kalteng mengajukan tiga karya budaya untuk ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda. Selain Nota Garung Pantan dan Bobukukng, juga Sanaman Montallat.
"Namun untuk Sanaman Montallat ditangguhkan untuk dapat diajukan kembali pada 2023," terangnya.
Sementara itu, Kalteng juga telah memiliki warisan budaya tak benda Indonesia lainnya yang lebih dulu ditetapkan, di antaranya Karungut, Handep, Sapundu, Tiwah, Kulit Kayu, Mamapas Lewu, Sansana Bandar, Nahunan, dan Wadian Dadas.
Penetapan warisan budaya tak benda merupakan program rutin tahunan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan yang dimulai pada 2013.
Baca juga: Gubernur ajak generasi muda Kalteng jadi petani milenial
Baca juga: Gubernur ajak generasi muda Kalteng jadi petani milenial
Tujuan jangka pendek dari program ini adalah menginventarisasi dan melakukan perlindungan terhadap praktik-praktik kebudayaan yang terdapat pada setiap suku bangsa yang ada di Indonesia.
Sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah sebagai upaya pelestarian berbagai karya budaya sebagai bentuk kekayaan budaya bangsa Indonesia.
Mekanisme penetapan warisan budaya tak benda dimulai dengan pendaftaran yang dilakukan pemerintah daerah bekerja sama dengan Balai Pelestarian Nilai Budaya di masing-masing wilayah kerja.
Terdapat beberapa data pendukung yang harus dipenuhi agar suatu karya dapat diterima dan diajukan dalam sidang Tim Ahli Nasional, mulai dari referensi berupa karya ilmiah, dokumentasi sebagai bukti eksistensi serta kajian mengenai nilai-nilai penting yang terkandung di dalamnya.
"Data tersebut kemudian diverifikasi oleh Tim di Direktorat Jenderal Kebudayaan apabila dianggap perlu melakukan verifikasi faktual di lapangan. Proses terakhir adalah penetapan yang dilakukan melalui Sidang Tim Ahli Nasional, dan kemudian ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda Indonesia," ujarnya.
Baca juga: Pemprov Kalteng laksanakan Aksi Sapta Pesona dorong pertumbuhan industri pariwisata
Baca juga: DPRD apresiasi Pemprov Kalteng gelar pasar penyimbang di Kapuas
Baca juga: Pemprov Kalteng pacu pembangunan literasi melalui satuan pendidikan menengah