Sampit (ANTARA) - BMKG Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah melalui Stasiun Meteorologi Haji Asan Sampit mengimbau masyarakat waspada terhadap potensi kebakaran yang meningkat, setelah beberapa hari terjadi hujan secara berturut-turut.
“Tiga hari ke depan ada potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla), jadi kepada masyarakat diimbau untuk tidak melakukan pembakaran lahan dan semacamnya,” kata Prakirawan BMKG Kotim Suci Priatin Ningsih di Sampit, Jumat.
Ia menjelaskan, indikator warna pada peta potensi kemudahan terjadinya kebakaran yang ditinjau dari analisa parameter cuaca di wilayah Kalimantan Tengah menunjukkan hampir seluruhnya warna merah yang berarti sangat mudah terbakar.
Hal ini perlu menjadi perhatian bersama, khususnya bagi masyarakat di wilayah gambut yang rawan terjadi karhutla. Sebab, indikator ini didukung dengan prakiraan cuaca yang cerah dan ada potensi kekeringan selama tiga hari ke depan.
Disamping itu, pantauan titik panas atau hotspot sehari sebelumnya mendeteksi adanya dua hotspot yang diduga dari pembakaran yang dilakukan manusia.
Kedua hotspot tersebut terdeteksi di Desa Tumbang Manya Kecamatan Antang Kalang dan Desa Bagendang Tengah Kecamatan Mentaya Hilir Utara.
“Kalau melihat tingkat kepercayaannya, yakni delapan yang masuk kategori medium, kemungkinan hotspot itu menunjukkan adanya kebakaran. Sebab, sebelumnya kita diguyur hujan, jadi mungkin ada yang membakar lahan,” jelasnya.
Baca juga: Bupati Kotim lantik Sanggul Lumban Gaol menjadi Penjabat Sekda
Sementara terkait hujan yang terjadi beberapa hari yang lalu ia menjelaskan, kondisi tersebut hal yang wajar. Karena musim kemarau bukan berarti tidak ada hujan sama sekali dan curah hujan yang terjadi juga masih kategori ringan.
Suci juga menegaskan bahwa saat ini Kotim masih diliputi musim kemarau. Kondisi ini diperkirakan berlangsung hingga akhir September.
“Saat ini belum masuk musim hujan meskipun beberapa hari terakhir ada hujan, Kotim masih musim kemarau dan ini diperkirakan masih berlanjut hingga dasarian III September,” demikian Suci.
Sebelumnya juga disampaikan, bahwa dibandingkan tahun lalu kondisi kemarau tahun ini diperkirakan lebih basah atau orang awam biasanya menyebutnya kemarau basah.
Berdasarkan paparan Kepala BMKG Pusat, bahwa fenomena El Nino yang mempengaruhi musim kemarau telah berakhir dan memasuki fenomena La Nina.
Tahun 2023 lalu, fenomena El Nino aktif sehingga memperkuat dampak musim kemarau, sedangkan saat ini wilayah Indonesia sudah berada pada posisi netral dan menuju fenomena La Nina yang identik dengan curah hujan yang tinggi.
Baca juga: Enam Sekolah Penggerak di Kotim ikuti lokakarya
Baca juga: Tokoh pendiri PAN Kotim sebut kualitas Rudini-Paisal tak perlu diragukan
Baca juga: Penerbangan perdana NAM Air rute Sampit-Surabaya terisi penuh