San Francisco
(ANTARA News) - Pesawat bertenaga surya yang dijuluki Solar Impulse
mendarat dengan aman di Phoenix setelah terbang tanpa sedikitpun bahan
bakar selama 18 jam dan 18 menit dari San Francisco, Amerika Serikat
(AS), Sabtu (4/5).
Pesawat itu mencapai Phoenix dengan
penerbangan berkecepatan rendah pada leg pertama dari rencana untuk
melintasi AS hanya menggunakan tenaga matahari, demikian laporan
Reuters.
Solar Impulse rencananya akan menyelesaikan penerbangan pertama
melintasi AS dalam lima leg dan dijadwalkan singgah di Dallas, St Louis,
Washington dan
pemberhentian terakhir di New York.
Pesawat berbadan ramping itu
berdengung ketika lepas landas dari
bandara sipil-militer di dekat San Fransisco, Moffett Field, Jumat (3/5)
pagi, dan mendarat dalam gelap dini hari di Sky Harbor International
Airport di
Phoenix menurut laman Solar Impulse.
Para awak pesawat tersebut merencanakan jeda di setiap
pemberhentian untuk menunggu cuaca membaik. Pesawat diharapkan tiba di John F. Kennedy
International Airport, New York, dalam sekitar dua bulan.
Pilot
asal Swiss Bertrand Piccard, salah satu pengusung proyek itu, dan Andre
Borschberg akan bergiliran menerbangkan pesawat dengan satu kursi
kokpit itu. Pada penerbangan pertama ke Arizona, Piccard yang memegang
kendali.
Pesawat yang dibuat dari serat karbon ringan itu memiliki lebar sayap
seukuran sayap jet jumbo dan bobotnya hampir sama dengan bobot sebuah mobil kecil.
Dari kejauhan, pesawat yang dirancang sedemikian rupa sehingga bisa
terbang selama 24 jam sekali jalan itu nampak seperti seperti serangga
raksasa yang melayang di udara.
Pesawat itu digerakkan oleh
energi yang dikumpulkan dari 12.000 sel
surya pada bagian sayap yang secara simultan mengisi ulang empat baterai
besar dengan kapasitas simpan setara sebuah mobil listrik
Tesla, memungkinkannya terbang setelah gelap.
Desain
yang ringan dan sayap yang lebar membuat pesawat itu mampu melakukan
menyimpan energi, namun juga membuatnya rapuh, tidak bisa menembus angin
kencang, kabut, hujan atau awan.
Pesawat tersebut mampu terbang hingga 28.000 kaki atau sekitar 8.500 meter
dengan kecepatan rata-rata 43 mil per jam atau 69 kilometer per jam.
Proyek
yang dimulai sejak 2003 dengan anggaran untuk sepuluh tahun sekitar 112
juta dolar AS dan melibatkan sejumlah insinyur dari perusahaan pembuat
eskalator asal Swiss, Schindler, serta bantuan penelitian dari grup
perusahaan bahan kimia asal Belgia, Solvay.
Penerjemah: Rr. Cornea Khairany