Sumber Pajak Mineral Barut Tak Tertangani Maksimal

id Sumber Pajak Mineral Barut Tak Tertangani Maksimal. Logo Barut

Sumber Pajak Mineral Barut Tak Tertangani Maksimal

Ilustrasi - Tiga penambang tradisional batu gamping di Desa Grenden, Puger, Jember, Jawa Timur, melakukan penggalian batu gamping (FOTO ANTARA/Seno S) Istimewa

Sebaiknya instansi pemberi izin menurunkan petugasnya untuk ke lokasi pemilik lahan untuk mencatat dan menarik pajak galian sesuai material yang keluar,"
Muara Teweh, 22/8 (Antara) - Ratusan juta rupiah sumber pendapatan asli daerah dari pajak mineral bukan logam dan batuan atau yang dulunya pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian C di Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah, tidak tertangani secara maksimal.

"Sumber PAD dari pos pajak daerah tidak maksimal ditangani, padahal salah satu sumber penerimaan daerah yang potensial," kata Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Barito Utara (Barut), Hendro Nakalelo di Muara Teweh, Kamis.

Padahal, pemegang surat izin pertambangan rakyat (IPR) bahan galian seperti pasir koral, batu belah, gamping, tanah dan lainnya yang diusahakan baik perorangan maupun perusahaan banyak di daerah tersebut.

Sumber penerimaan itu diperoleh dari rekanan atau kontraktor. Setiap pencairan dana proyek di lingkungan Pemkab Barut maupun Pemprov Kalteng yang ada kegiatan di daerah ini harus bayar pajak itu pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset.

Sedangkan masyarakat umum, baik individu maupun perusahaan yang membeli bahan galian untuk keperluan di luar proyek tidak dikenakan pajak.

"Penerimaan yang masuk ke kas daerah sebagai sumber PAD tidak maksimal dibanding dengan luas lahan yang diusahakan perorangan maupun pihak perusahaan," katanya.

Target penerimaan pajak tersebut Rp500 juta dengan realisasi sampai Juni 2013 sebesar Rp276,5 juta (55,32 persen).

Penetapan target itu sebenarnya sangat rendah dibandingkan dengan potensinya, namun karena kesulitan mendapatkan data akurat di lapangan.

"Sebaiknya instansi pemberi izin menurunkan petugasnya untuk ke lokasi pemilik lahan untuk mencatat dan menarik pajak galian sesuai material yang keluar," ujarnya.

Sementara Sekretaris pada Dinas Pertambangan dan Energi Barut, Daud Danda mengatakan, kendala mencapai target karena penambang tidak terpantau berapa besar produksi setiap bulan karena keterbatasan tenaga kerja untuk memantau pengawasan aktivitas mereka.

"Potensinya besar, tapi sekarang ada Undang-Undang No.4/2009 tentang mineral dan batu bara (Minerba) sehingga menjadi kendala kita untuk mengeluarkan izin kembali. Sebab harus ada Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) nya dulu baru di IPR kan," kata Daud.



(T.K009/B/S019/S019)