Sampit (ANTARA) - Komisi IV DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah mendorong Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut segera turun ke daerah ini untuk mengevaluasi keberadaan terminal khusus (tersus) dan terminal untuk kepentingan sendiri (TUKS).
"Sudah semestinya dari Ditjen Hubla sudah seharusnya menurunkan tim monitoring. Dan apabila ditemui pelanggaran seperti ditegaskan dalam Pasal 28 dan 29, maka izin tersus atau TUKS itu bisa dicabut," tegas Ketua Komisi IV DPRD Kotawaringin Timur Muhammad Kurniawan Anwar di Sampit, Rabu.
Kurniawan menyebutkan, hasil kunjungan mereka di lapangan ke sejumlah tersus dan TUKS beberapa waktu lalu, masih dijumpai pelanggaran aturan. Banyak fasilitas yang tidak dipenuhi padahal itu sudah ditegaskan dalam aturan standar operasional dan prosedur tersus dan TUKS.
Kondisi ini memang cukup ironis karena tersus dan TUKS yang beroperasi di Kotawaringin Timur umurnya sudah lama, namun masih saja ada syarat-syarat yang belum dipenuhi. Padahal seharusnya syarat-syarat tersebut sudah dipenuhi saat pengajuan izin, namun faktanya sampai saat ini masih ada yang belum dilengkapi.
Komisi IV sangat menyayangkan sikap perusahaan yang tidak mematuhi aturan. Ini tidak saja terkait kewajiban yang harus dipenuhi, tetapi lebih pada potensi risiko yang bisa terjadi menyangkut keselamatan pekerja dan kelestarian lingkungan.
Operasional terminal khusus dan TUKS sudah diatur melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 20 tahun 2017 tentang Terminal Khusus dan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri. Seperti pada Pasal 12 ayat 1 dan 2 menerangkan prosedur pengoperasian.
Dalam peraturan tersebut sudah dijelaskan secara rinci kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi dalam pengoperasian terminal khusus dan TUKS.
Baca juga: Masyarakat Kotim diharapkan semakin cakap digital
Temuan di lapangan, kata dia, ada tersus dan TUKS yang dinilai sudah cukup bagus, namun ada pula yang dinilai perlu pembenahan karena masih ada kewajiban-kewajiban yang belum sepenuhnya dilaksanakan sesuai aturan.
Temuan itu diantaranya belum adanya klinik yang memadai, padahal menjadi salah satu syarat yang harus dipenuhi. Ini dinilai sangat fatal karena kegiatan yang dilakukan umumnya berisiko tinggi karena berkaitan dengan operasional mesin dan peralatan yang berisiko.
Ada pula perusahaan yang belum menyediakan fasilitas pencegahan pencemaran seperti oil boom, skimmer, sorben, dispersant dan temporary storage. Ini sangat disayangkan karena insiden yang menyebabkan pencemaran bisa terjadi kapan saja sehingga harus diantisipasi.
Saat studi kelayakan, seharusnya semua syarat sudah dipenuhi. Hal itu seharusnya sudah dilaksanakan, apalagi tersus dan TUKS ini sudah beroperasi lama.
"Sudah ada master plan dan studi kelayakan yang diserahkan ke Ditjen Hubla Kementerian Perhubungan, akan tetapi masih saja belum dipenuhi. Padahal perusahaan tersebut sudah berjalan beberapa tahun. Sehingga apabila tidak menjalankan SOP bisa berdampak terhadap lingkungan dan tenaga kerja," ujar Kurniawan.
Dia berharap Kementerian Perhubungan memperhatikan masalah ini. Jangan sampai diabaikannya aturan oleh pengelola tersus dan TUKS akan menimbulkan dampak buruk terhadap pekerja, lingkungan dan masyarakat luas.
Baca juga: Legislator Kotim dukung pembubaran kerumunan cegah penyebaran COVID-19
Baca juga: Komisi IV dukung PDAM Sampit tingkatkan pelayanan
Baca juga: Wakapolda Kalteng pantau vaksinasi COVID-19 untuk kalangan santri di Sampit