Sebagaimana dikutip dalam keterangan tertulis Forum Zakat yang diterima di Jakarta, Selasa, Bambang menjelaskan bahwa Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 mengatur ketat penyelenggaraan dan pengawasan organisasi pengelola zakat.
Menurut ketentuan, pengawasan organisasi pengelola zakat dilakukan secara berlapis dengan melibatkan Kementerian Agama, Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), hingga Majelis Ulama Indonesia (MUI) guna meminimalkan potensi penyelewengan dana publik serta konflik kepentingan di dalam tubuh organisasi.
Bambang mengatakan, pengawasan organisasi pengelola zakat (OPZ) mencakup pengawasan internal berupa audit internal serta audit dari pengawas syariah yang terakreditasi oleh Majelis Ulama Indonesia.
"Kemudian mekanisme pengawasan eksternal yang melibatkan audit kepatuhan syariah oleh Kementerian Agama serta pelaporan rutin per semester kepada Baznas," kata dia.
Bambang mengatakan bahwa regulasi juga mewajibkan setiap organisasi pengelola zakat diaudit oleh kantor akuntan publik dan mempublikasikan hasil audit melalui saluran komunikasi yang tersedia.
Baca juga: Kemenag Kapuas tetapkan besaran zakat fitrah Rp30 ribu-Rp43 ribu
Selain itu, menurut Forum Zakat, Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bidang pengelolaan zakat sudah disahkan guna mewujudkan ekosistem zakat yang menjunjung tinggi transparansi pengelolaan keuangan dan akuntabilitas program serta manajemen organisasi pengelola zakat.
Forum Zakat menyatakan bahwa alokasi dana operasional organisasi pengelola zakat diatur sangat ketat sesuai Fatwa MUI Nomor 8 Tahun 2020 tentang Amil Zakat dan Keputusan Menteri Agama Nomor 606 Tahun 2020 tentang Pedoman Audit Syariah.
Menurut fatwa MUI dan Keputusan Menteri Agama, alokasi dana untuk operasional organisasi pengelola zakat tidak melebihi seperdelapan atau 12,5 persen dari dana zakat yang terhimpun dan 20 persen dari jumlah dana infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya yang tergalang dalam satu tahun.
Sedangkan ACT dalam konferensi pers pada Senin menyatakan bahwa lembaga mengalokasikan 13,7 persen dari dana yang terhimpun untuk biaya operasional relawan.
Bambang menekankan bahwa regulasi, mekanisme pengawasan, kode etik lembaga, serta standar kompetensi berlaku bagi organisasi pengelola zakat di bawah payung hukum Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011.
"Tingkat kepatuhan dan kedisiplinan OPZ terhadap regulasi, mekanisme pengawasan, kode etik, serta standar kompetensi pengelolaan zakat menjadi titik tumpu yang turut menyumbang tumbuh kembang kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan dana kedermawanan publik melalui OPZ," kata dia.
Baca juga: Transaksi zakat maal di Tokopedia meningkat hampir tiga kali lipat
Baca juga: Zakat fitrah mengajarkan untuk berbagi dan mensucikan diri
Baca juga: Zakat tanpa bersalaman saat pandemi Corona apakah sah?