Kronologi pelarian bandar narkoba Saleh usai jadi DPO di Palangka Raya
Palangka Raya (ANTARA) - Deputi Pemberantasan BNN Republik Indonesia, Irjen Pol I Wayan Sugiri mengatakan, bahwa terpidana bandar narkoba jenis sabu Saleh (39) sempat meninggalkan Provinsi Kalimantan Tengah saat dirinya menjadi daftar pencarian orang (DPO) usai terbitnya putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor: 586.k/pid.sus/2022 tanggal 25 Oktober 2022 silam.
"Dari hasil penelusuran BNN, diketahui Saleh melarikan diri ke Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur. Saleh diketahui tinggal di kota tersebut selama enam bulan," katanya pada saat konferensi press, Selasa.
Dirinya menjelaskan, selama tinggal di Kota Samarinda, Saleh diketahui tinggal di dengan cara berpindah dari hotel satu ke hotel lainnya.
Namun akibat tak ada tempat yang bisa dituju, Saleh kemudian pindah ke Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan dan menetap di kota tersebut selama satu bulan.
Baca juga: Dua tahun DPO, bandar sabu Palangka Raya Saleh ditangkap BNN RI
"Setelah Saleh merasa situasinya aman, Saleh kemudian memutuskan untuk kembali ke rumahnya di Jalan Rindang Banua Gang Akhlak, Kelurahan Pahandut, Kecamatan Pahandut, Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah," ucapnya.
I Wayan melanjutkan, tak jera akibat pernah diamankan BNN Provinsi Kalimantan Tengah, Saleh kembali menjalani bisnis haramnya sebagai bandar narkoba.
Dalam menjalani bisnis haram tersebut, Saleh diketahui memiliki banyak orang suruhan untuk memperlancar dirinya mengedarkan sabu di Kota Palangka Raya dan sekitarnya.
Baca juga: Kejari kejar Saleh DPO bandar sabu di Palangka Raya
"Dari hasil pemeriksaan, Saleh menerima barang dari seorang bandar besar berinisial Koh A yang mengaku berdomisili di Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Koh A mengirim sabu melalui Banjarmasin menggunakan jalur darat yang kemudian diterima oleh kaki tangan Saleh berinisial AA yang kini masih DPO," ujarnya.
Kemudian, lanjut I Wayan, narkotika yang diterima oleh Saleh tersebut dipecah menjadi beberapa bagian dan dijual melalui loket penjualan narkotika yang berlokasi di belakang rumah Saleh.
Setelah terkumpul, uang hasil penjualan yang ada di loket tersebut diserahkan kepada E, yang berhasil ditangkap petugas sehari sebelum Saleh diamankan.
Secara berkala, tepatnya setiap satu minggu sekali, uang tersebut disetor kepada anak buah Saleh lainnya berinisial US yang kini buron. Peran US adalah sebagai penyetor uang hasil dagangan Saleh kepada bandar utamanya yakni, Koh A.
"Komunikasi antara Saleh dan Koh A hanya sebatas laporan berapa jumlah uang yang telah disetor US. Dari hasil penelusuran Tim BNN, diketahui omset perhari dari bisnis haram yang dijalankan mereka berkisar antara 50 hingga 100 juta rupiah," tuturnya.
Baca juga: Kejari Palangka Raya terus kejar DPO bandar sabu Saleh
Kepada petugas, Saleh mengaku telah menjalankan bisnis narkoba sejak tahun 2016, namun saat ditangkap pada 2021 lalu dan kemudian buron. Peran Saleh hanya sebagai pengendali, dan menerima upah dari bos besarnya, yakni Koh A.
Berdasarkan pengakuan E, besaran upah yang diterimanya sebesar Rp50 juta untuk setiap satu kilo penjualan sabu, sementara jumlah setoran yang harus diberikan Saleh kepada Koh A mencapai Rp750 juta setiap kilonya.
"Total tersangka yang diamankan bersama Saleh sebanyak 2 orang, yakni E dan M alias U. Sebanyak 10 orang lainnya turut terjaring guna dimintai keterangan dan dipastikan keterlibatannya," bebernya.
Baca juga: Polda-BNNP siap bantu Kejati Kalteng kejar bandar sabu DPO
I Wayan menjelaskan, hingga saat ini BNN tetap fokus melakukan penyidikan dan penyelidikan terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) pada setiap kasus tindak pidana narkotika, termasuk yang dilakukan oleh komplotan Saleh.
"Apa yang tengah dilakukan BNN mendapat dukungan penuh dari masyarakat Kalimantan Tengah, khususnya Kota Palangka Raya. Ini menjadi bukti nyata bahwa BNN akan melakukan tindakan tegas terhadap kampung yang disinyalir sebagai kampung narkoba di seluruh Indonesia. Salah satunya adalah Kampung Puntun, wilayah kekuasaan Saleh, yang juga menjadi lokasi penangkapannya," demikian I Wayan.
Baca juga: Jadi DPO, BNNP siap bantu Kejati Kalteng kejar bandar sabu Saleh
Baca juga: Kejati Kalteng minta Saleh terpidana kasus narkoba dijadikan DPO
"Dari hasil penelusuran BNN, diketahui Saleh melarikan diri ke Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur. Saleh diketahui tinggal di kota tersebut selama enam bulan," katanya pada saat konferensi press, Selasa.
Dirinya menjelaskan, selama tinggal di Kota Samarinda, Saleh diketahui tinggal di dengan cara berpindah dari hotel satu ke hotel lainnya.
Namun akibat tak ada tempat yang bisa dituju, Saleh kemudian pindah ke Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan dan menetap di kota tersebut selama satu bulan.
Baca juga: Dua tahun DPO, bandar sabu Palangka Raya Saleh ditangkap BNN RI
"Setelah Saleh merasa situasinya aman, Saleh kemudian memutuskan untuk kembali ke rumahnya di Jalan Rindang Banua Gang Akhlak, Kelurahan Pahandut, Kecamatan Pahandut, Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah," ucapnya.
I Wayan melanjutkan, tak jera akibat pernah diamankan BNN Provinsi Kalimantan Tengah, Saleh kembali menjalani bisnis haramnya sebagai bandar narkoba.
Dalam menjalani bisnis haram tersebut, Saleh diketahui memiliki banyak orang suruhan untuk memperlancar dirinya mengedarkan sabu di Kota Palangka Raya dan sekitarnya.
Baca juga: Kejari kejar Saleh DPO bandar sabu di Palangka Raya
"Dari hasil pemeriksaan, Saleh menerima barang dari seorang bandar besar berinisial Koh A yang mengaku berdomisili di Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Koh A mengirim sabu melalui Banjarmasin menggunakan jalur darat yang kemudian diterima oleh kaki tangan Saleh berinisial AA yang kini masih DPO," ujarnya.
Kemudian, lanjut I Wayan, narkotika yang diterima oleh Saleh tersebut dipecah menjadi beberapa bagian dan dijual melalui loket penjualan narkotika yang berlokasi di belakang rumah Saleh.
Setelah terkumpul, uang hasil penjualan yang ada di loket tersebut diserahkan kepada E, yang berhasil ditangkap petugas sehari sebelum Saleh diamankan.
Secara berkala, tepatnya setiap satu minggu sekali, uang tersebut disetor kepada anak buah Saleh lainnya berinisial US yang kini buron. Peran US adalah sebagai penyetor uang hasil dagangan Saleh kepada bandar utamanya yakni, Koh A.
"Komunikasi antara Saleh dan Koh A hanya sebatas laporan berapa jumlah uang yang telah disetor US. Dari hasil penelusuran Tim BNN, diketahui omset perhari dari bisnis haram yang dijalankan mereka berkisar antara 50 hingga 100 juta rupiah," tuturnya.
Baca juga: Kejari Palangka Raya terus kejar DPO bandar sabu Saleh
Kepada petugas, Saleh mengaku telah menjalankan bisnis narkoba sejak tahun 2016, namun saat ditangkap pada 2021 lalu dan kemudian buron. Peran Saleh hanya sebagai pengendali, dan menerima upah dari bos besarnya, yakni Koh A.
Berdasarkan pengakuan E, besaran upah yang diterimanya sebesar Rp50 juta untuk setiap satu kilo penjualan sabu, sementara jumlah setoran yang harus diberikan Saleh kepada Koh A mencapai Rp750 juta setiap kilonya.
"Total tersangka yang diamankan bersama Saleh sebanyak 2 orang, yakni E dan M alias U. Sebanyak 10 orang lainnya turut terjaring guna dimintai keterangan dan dipastikan keterlibatannya," bebernya.
Baca juga: Polda-BNNP siap bantu Kejati Kalteng kejar bandar sabu DPO
I Wayan menjelaskan, hingga saat ini BNN tetap fokus melakukan penyidikan dan penyelidikan terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) pada setiap kasus tindak pidana narkotika, termasuk yang dilakukan oleh komplotan Saleh.
"Apa yang tengah dilakukan BNN mendapat dukungan penuh dari masyarakat Kalimantan Tengah, khususnya Kota Palangka Raya. Ini menjadi bukti nyata bahwa BNN akan melakukan tindakan tegas terhadap kampung yang disinyalir sebagai kampung narkoba di seluruh Indonesia. Salah satunya adalah Kampung Puntun, wilayah kekuasaan Saleh, yang juga menjadi lokasi penangkapannya," demikian I Wayan.
Baca juga: Jadi DPO, BNNP siap bantu Kejati Kalteng kejar bandar sabu Saleh
Baca juga: Kejati Kalteng minta Saleh terpidana kasus narkoba dijadikan DPO