Makassar (ANTARA) - Wali Kota Makassar Moh Ramdhan Pomanto mendukung penuh upaya penegak hukum mengusut sekaligus membongkar kasus korupsi di instansi Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) setempat.
"Kalau soal itu (pengusutan korupsi) saya mendukung penuh," ujar Danny Pomanto di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu.
Kendati dirinya tidak mengetahui secara detail modus operandi dugaan penyelewengan tunjangan operasional personel Satpol PP di 14 kecamatan selama 4 tahun terakhir ini, Danny meminta penegak hukum tidak gentar membongkar perilaku menyimpang tersebut.
"Awalnya, saya kira itu hanya honorarium (personel) di kecamatan, tapi coba tanya yang lebih tahu itu (kejaksaan)," tutur Danny.
Sebelumnya, Kepala Seksi Penerangan dan Hukum (Kasi Penkum) Kejaksaan Tinggi Sulsel Soetarmi mengungkapkan dalam waktu dekat pihaknya menetapkan tersangka kasus korupsi penyalahgunaan honorarium tunjangan operasional Satpol PP Kota Makassar yang berlangsung sejak tahun 2017 hingga tahun 2020.
"Dalam waktu dekat tim penyidik Kejati Sulsel menetapkan tersangka dugaan penyalahgunaan wewenang yang merugikan APBD Kota Makassar tersebut," ujarnya.
Keputusan tersebut setelah dilakukan operasi intelijen terkait dengan adanya dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan anggaran pada institusi Satpol PP Makassar.
Sesuai instruksi Kepala Kepala Kejati Sulsel R.Febrytrianto dan berdasarkan hasil ekspose maka kasus tersebut ditingkatkan ke tahap penyidikan.
Karena ditemukan sejumlah fakta terjadi indikasi penyalahgunaan honorarium tunjangan operasional Satpol PP di 14 kecamatan se-Kota Makassar sejak tahun 2017-2020. Sejauh ini, sudah 30 orang saksi yang diperiksa dalam kasus tersebut
Adapun modus operandi perkara tersebut, bermula dari adanya penyusunan dan pengaturan penempatan personel Satpol PP yang akan bertugas di 14 kecamatan. Namun faktanya sebagian dari petugas Satpol PP yang disebutkan namanya dalam BKO (bawah kendali operasi) tidak pernah melaksanakan tugas.
"Akan tetapi anggaran honorarium dicairkan oleh pejabat yang tidak berwenang untuk menerima honorarium Satpol PP tersebut, "ungkap Soertami mengungkapkan.
Sebelumnya, pada pertengahan 2021, Jamaah masjid menyesalkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ikut menyita bangunan masjid berada di lahan yang berkaitan dengan perkara dugaan korupsi Gubenur Sulsel non aktif Nurdin Abdullah, di Dusun Arra, Desa Tompo Bulu, Kecamatan Tompo Bulu, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
"Tidak ada orang yang bisa memiliki secara pribadi itu masjid, pasti akan dipakai semua salat. Sama seperti mushola kan dipakai beribadah," kata Kepala Dusun Arra, Desa Tompo Bulu, Daeng Rala
Pembangunan masjid tersebut, kata dia, memang diinisiasi Nurdin Abdullah kala itu, dengan desain moderen. Namun sejak berurusan dengan KPK, kondisi bangunan masjid tersebut belum sepenuhnya rampung karena pembangunan dihentikan, apalagi sudah disita lembaga anti rasuah itu.
Sementara Ketua Pengurus masjid setempat, Suardi Daeng Nojeng menuturkan hadirnya masjid itu sangat membantu warga menjalankan ibadah, sebab masjid lain di wilayah itu jaraknya cukup jauh diakses warga.
Meski kondisi masjid belum dilengkapi fasilitas pengeras suara dengan kelengkapanya, karpet dan pendingin udara, tetapi sudah bisa dipakai beribadah karena sudah ada tandon penampungan air untuk berwudhu. Pihaknya berharap KPK bisa memberi kebijakan masjid bisa digunakan kembali.
"Sudah dipakai salat warga di sini, biasa juga ada orang lewat singgah salat. Karena sudah disita KPK, orang tidak berani beribadah di situ, karena papan KPK berdiri di dekat masjid. Kami berharap bisa diberikan kelongggaran salat di masjid itu lagi," harap dia.
Sebelumnya, pada proses persidangan kasus dugaan suap proyek infrastruktur di Pengadilan Tipikor Makassar, salah seorang saksi bernama Petrus pernah diminta bantuan pembangunan masjid oleh Nurdin Abdullah.
Ia mengakui dana bantuan tersebut langsung ditransfer ke rekening yayasan masjid, bukan ke rekening atas nama Nurdin Abdullah.
KPK pun telah menyita enam bidang tanah pada Kamis 17 Juni 2021 di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, diduga milik tersangka Gubernur Sulsel nonaktif Nurdin Abdullah.
Penyitaan itu dilakukan dalam penyidikan kasus dugaan suap perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel Tahun Anggaran 2020-2021.
"Tim penyidik telah melakukan pemasangan plang penyitaan pada aset yang diduga milik tersangka NA sebanyak enam bidang tanah yang berlokasi di Dusun Arra, Desa Tompobulu, Kecamatan Tompobulu, Maros, Sulsel," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Ali mengatakan tujuan pemasangan plang penyitaan tersebut untuk menjaga agar lokasi tersebut tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu yang tidak berkepentingan.
Berita Terkait
Langgar aturan Pilkada, KPU Banjarbaru batalkan pencalonan Aditya-Said Abdullah
Jumat, 1 November 2024 21:54 Wib
Pemkot Palangka Raya berikan pelatihan keterampilan kerja bagi pelaku usaha
Rabu, 30 Oktober 2024 16:56 Wib
Pemkot diminta lebih optimal menciptakan UMKM di Palangka Raya berdaya saing kuat
Rabu, 30 Oktober 2024 13:16 Wib
DPRD minta Pemkot pastikan tak ada biaya sekolah ditanggung orangtua
Rabu, 30 Oktober 2024 12:48 Wib
KPU Kalteng: Surat suara pilkada terdistribusi ke gudang 14 kabupaten/kota
Rabu, 30 Oktober 2024 11:51 Wib
Pemerintah diminta percepat turunkan angka stunting di Palangka Raya
Selasa, 29 Oktober 2024 15:55 Wib
Pemkot diminta optimal realisasikan pembukaan 10.000 hektare lahan di Palangka Raya
Selasa, 29 Oktober 2024 14:00 Wib
Kebakaran kembali melanda Kota Kapuas, salah satunya kafe
Senin, 28 Oktober 2024 22:38 Wib